Sabtu, 22 Agustus 2009
Adakah Ramadhan Menyapa Kita Lagi Tahun Depan?
eramuslim - Ramadhan tak lama lagi akan meninggalkan kita. Tak terasa bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah itu berlalu. Dan tak lama lagi pula malam penuh kemuliaan dan keindahan bersama Tuhan, Laitul Qadar tak menyapa kita untuk bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Boleh jadi kegigihan baca Al-Qur’an kita pun berubah jadi kemalasan dengan berubahnya bulan!
Sementara itu, kita yang ditinggalkan tak sadar bahwa sikap dan perilaku kita di bulan Ramadhan itu tak jauh beda dengan di bulan-bulan lainnya. Kita masih lalai dengan amal-amal mulia yang sesungguhnya di bulan suci itu. Yakni, berbuat sesuatu tanpa pamrih, meniru akhlak Tuhan. Hidupnya tidak bergantung kepada sesuatu apa pun, dari mulai jabatan, pangkat, status sosial, uang, harta dan semacamnya kecuali hanya kepada Allah Swt saja. Kita pun masih sibuk dengan urusan-urusan yang tak pernah menjanjikan apa pun di bulan Ramadhan.
Memang rugi dan sangat rugi bagi mereka yang berpuasa tapi tak merubah niat dan tata cara hidupnya untuk menuju keridhaan Tuhan. Nihil sama sekali nilai Ramadlan kita kali ini jika cara berpikir, bicara, bergaul, makan, tidur, berpolitik, berpakaian, bekerja dan sebagainya masih menimbun rasa duka dan derita bagi orang lain. Kita harus berani meninggalkan cara dan gaya hidup setan itu agar kita betu-betul menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Sesungguhnya kegagalan kita menjadi orang yang pandai bersyukur adalah karena kegagalan kita menjadi orang yang memperoleh petunjuk-Nya. Dan kegagalan kita memperoleh petunjuk adalah karena kegagalan kita dalam beramadlan. Jika kita gagal dalam hal itu semua berarti kita juga gagal dalam mengagungkan Allah Swt. Bukankah semua ibadah dalam Islam untuk mengagungkan Rabb Pencipta Alam Semesta ini?
“Wa litukabbiru Allah ‘ala maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun” (Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas pentujuk-Nya, supaya kalian menjadi orang yang pandai bersyukur, QS. Al-Baqarah : 185).
Jika kita gagal mengisi Ramadlan, berarti langkah kita di bulan-bulan selanjutnya pun akan mengalami kesulitan dan kemalasan untuk mengisi keindahan dan kemuliaan dalam kehidupan . Boleh jadi pula Ramadhan di tahun depan terus terlewatkan begitu saja tanpa sebuah pemaknaan dan harapan. Karena, bagi seorang Muslim, kehidupan di bulan Ramadlan itu cara hidup yang sesungguhnya. Dan di bulan itu pula cara beriman kita yang seharusnya, yakni, bermakrifatullah (mengenal Allah Swt) lalu ikhlas kepada-Nya.
Bagi mereka yang sudah optimal dengan khusyu’ dan ikhlas mendayagunakan energi, perasaan, dan harta di bulan Ramadlan maka mereka juga harus meramadlankan hidupnya di bulan-bulan lain hingga kematian datang seperti datangnya Ramadlan. Kita gembira saat Ramadlan datang dan kita juga gembira di saat ajal datang menjemput badan.
Kita berharap kepada-Nya mudah-mudahan di tahun mendatang Ramadlan masih menyapa kita dengan keteduhan dan kedamaian. Amien. (Udien Al-Farry)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar